Kudengar gemericik air hujan kini
mulai deras. Sore beriring kabut mendung. Awan tak kuasa menampung air di dalam
perutnya. Melepaskan satu persatu tetes ke bumi membuatnya lega. Setiap cuaca
terkadang menyebabkan rasa. Aku masih kurang percaya, apa aku menjadi salah
satu korbannya.
Sejujurnya aku tak begitu
menyukai hujan. Suara guntur dan derasnya air semakin membuat mencekam. Aku
lebih menikmati gerimis kecil hujan dan pasca hujan itu reda. Mendamaikan.
Menyejukkan. Dingin yang menghangatkan. Suasana yang selalu aku inginkan.
Walaupun begitu, aku tidak
sepenuhnya membenci cuaca ini. Setidaknya dulu ia pernah menghentikan aku denganmu
dalam satu waktu. Aku malu karena akhirnya aku tak bisa menyembunyikan rasa
takutku kala itu. Betapa tidak. Aku tidak sepemberani anak yang lain ketika
merasakan hujan. Aku cukup ketakutan sehingga aku selalu memilih menguatkan
diri sendiri dengan menggenggam tangan. Sekali lagi aku malu. Semua terlihat
jelas di matamu. Tak banyak berkutik, aku akui kelemahanku. Tak apa, kau sudah
tahu. Tak apa, karena itu dirimu.
Ketakutan akhirnya mencair.
Ternyata berbincang satu sama lain terasa menenangkan. Kini aku bisa menepis
anggapan bahwa aku pendiam. Kau tahu, aku lebih cerewet dari yang kau duga. Aku
hanya tidak biasa banyak bercakap dengan orang yang kurang dekat. Terimakasih sudah
banyak berbagi cerita denganku. Beruntungnya aku.
Bukan lagi menjadi satu hal yang
menakutkan, hujan kini selalu aku rindukan. Bersamamu. Andaikan aku bersama
hujan, apakah kau akan tetap berusaha menenangkan?
ditulis di dago yang hanya mendung namun tak hujan
3/9/18
21.54
Komentar
Posting Komentar