Langsung ke konten utama

Rutinitas yang Berbatas


Pagi ini secara tidak sengaja aku terpikirkan sesuatu. Sebenarnya tujuan apa yang akan kita cari dari rutinitas yang sehari-hari kita lalui. Hmm, semakin beranjak dewasa terkadang pikiran yang random selalu terlintas. Ingin tidak memikirkan hal-hal demikian malah justru menjadi kepikiran.


Coba kita tengok dari rutinitasku. Pagi hari aku bangun sekitar pukul 4 – 5. Walaupun seringnya aku bangun lebih dulu dari jam itu, tapi untuk normalnya orang, kebanyakan jam bangun tidur adalah jam sekian. Pagi hari aku isi dengan membersihkan diri, merapikan tempat tidur, solat wajib, dan sarapan. Setelah semuanya sudah siap, rapi dan bersih aku kemudian berangkat kerja. Pekerjaan menjadi sebagian waktu yang dominan aku kerjakan. Sebagian besar waktuku berada disini. Kondisiku yang sekarang sudah bukan mahasiswa lagi tentunya menjadikan tanggung jawab yang lebih besar dimana aku harus berpikir tentang bagaimana mendapatkan penghasilan sendiri. Setidaknya aku bisa membantu mencukupi kebutuhan keluarga dan menabung untuk kepentingan masa depan.


Siang hari dimana waktu mulai padat penuh dengan kegiatan seperti deadline, mengerjakan laporan, turun ke lapangan dan beberapa tugas administratif yang lain. Kewajiban makan dan solat wajib selalu pasti harus disempatkan. Sesibuk apapun harus yang utama didahulukan. Dua poin yang selalu diingatkan oleh ibuku, walaupun untuk makan terkadang aku seringkali terlambat waktu. Kemudian sore hari sampai waktu dikala senja (ciah senja, anak indie sekali wkwk), saat dimana aku sudah lelah dengan pekerjaan seringkali aku menyempatkan untuk mencari hiburan. Aku lebih menyukai untuk bermain sosial media, entah itu hanya chatting atau scrolling timeline, menonton video dari youtube, atau menonton film yang telah kudownload. Hiburan yang sebenernya hanya secara virtual karena  jarang sekali aku bermain keluar. Ingin sebenarnya sekali-kali refreshing ke tempat wisata atau jalan-jalan ke tempat yang belum pernah aku kunjungi disini. Hmm, tapi mau bagaimana lagi. Sudah harus tahu mana yang prioritas dan mana yang masih bisa ditunda di lain hari.


Malam hari ketika waktu yang tepat untuk istirahat aku biasanya sharing dengan teman satu kosku. Membicarakan banyak hal tentang apapun itu. Seringkali aku sempatkan juga untuk menghubungi keluarga di rumah atau menghubungi teman-temanku yang sekarang juga sudah sibuk sendiri. Malam hari menurutku menjadi waktu terbaik seseorang untuk merenungi apa yang telah dilakukannya seharian. Terkadang semakin malam, pikiran kita terbawa jauh, teringat dosa, teringat masa lalu, memikirkan bagaimana di masa depan. Segala hal yang terlalu berat terjangkau dalam pikiran kadang terpikirkan di malam hari. Kemudian ketika waktu menjelang pagi, rutinitasku berulang seperti yang aku sebut tadi diatas.



Kembali aku mereview semua kegiatan itu. Hmm yang aku, kamu dan kita sering lakukan ini sebenarnya tujuannya apa si? Bekerja untuk apa? Makan untuk apa? Berkawan untuk apa? Semuanya jelas pasti akan menjawab untuk tetap dapat bertahan hidup. Hidup yang seharusnya hablum minannas dan hablum minallah. Tapi apakah sejatinya hidup hanya sekedar mengisi rutinitas itu? Apakah hidup hanya sekedar menggapai cita-cita dan memiliki prestise? Bukankah hidup di dunia ini hanya sementara? Bukankah rutinitas yang kita sehari-hari lalui itu berbatas?


Beranjak dari hal itu sebenarnya aku berpikir. Oh iya, hidup ini adalah pemberian semata. Kita hanyalah seorang musafir. Pengembara yang mencari banyak bekal untuk hidup kekal di akhirat nanti. Segala pencapaian kuasa dan harta justru menjadi ujian untuk kita. Apakah betul kita memang pantas mendapatkannya, apakah kita bisa lalai dengan yang sudah memberikan segala hal itu? Kita paham betul bagaimana kita akhirnya bisa terlahir di dunia ini. Segala  semesta beserta seluruh isinya adalah ciptaan yang sungguh agung dari Yang Maha Kuasa. Sudahkah kita selalu mengingat bahwa yang kita lakukan itu hanya sekedar rutinitas yang berbatas? Hakikat hidup yang akan kita lalui lebih panjang adalah di akhirat nanti, bukan?


Mulai dari hal ini sebenarnya aku ingin sekali mengingatkan pada diriku sendiri. Semua ini hanya titipan yun. Kamu harus lebih banyak bersyukur. Jangan terlalu memforsir dirimu dalam urusan dunia, lalu urusan akhirat menjadi lupa. Kehidupanmu tak sekedar mempunyai derajat dan pangkat di mata manusia. Lebih dari itu bagaimana nanti kamu dimintai pertanggungjawaban oleh Yang Maha Segala. Sudah berapa dosa yang kamu lakukan? Sudah sebanyak apa amal salihmu? Memang kau pantas untuk menyebut dirimu baik? Seberapa tebal imanmu?


Terkadang kita diciptakan untuk saling mengingatkan. Kita bertemu dengan orang baru untuk saling berbagi ilmu. Setiap rutinitas yang kita lalui tidaklah sia-sia. Kita berhak untuk tetap eksis selama diberi keberkahan usia di dunia. Kita berhak menjadi manusia yang memiliki banyak cita-cita dan mimpi. Tentu saja Allah menyukai orang-orang yang selalu berbenah dan memperbaiki diri. Tapi jangan lupa juga untuk saling beriring. Tidak bisa kita mengunggulkan yang satu kemudian meniadakan yang satunya. Keduanya adalah mata rantai yang saling berikatan. Kita berhak bahagia di dunia, tapi kita juga harus tahu bahwa ada surga dan neraka setelahnya. Mari saling mengingatkan, akupun masih seorang pembelajar.




Kedawung yang belum turun hujan
21.10.2019
13.57

Komentar

  1. The Merit Casino 2020 - YOYO80b910a26eepc81il5g
    The Merit Casino 2020 메리트 카지노 주소 is not just the choegocasino first online casino in the world. This is the only place you can play in the industry and trust deccasino in the

    BalasHapus

Posting Komentar

Popular Posts

Narasi Hujan

Kudengar gemericik air hujan kini mulai deras. Sore beriring kabut mendung. Awan tak kuasa menampung air di dalam perutnya. Melepaskan satu persatu tetes ke bumi membuatnya lega. Setiap cuaca terkadang menyebabkan rasa. Aku masih kurang percaya, apa aku menjadi salah satu korbannya. Sejujurnya aku tak begitu menyukai hujan. Suara guntur dan derasnya air semakin membuat mencekam. Aku lebih menikmati gerimis kecil hujan dan pasca hujan itu reda. Mendamaikan. Menyejukkan. Dingin yang menghangatkan. Suasana yang selalu aku inginkan. Walaupun begitu, aku tidak sepenuhnya membenci cuaca ini. Setidaknya dulu ia pernah menghentikan aku denganmu dalam satu waktu. Aku malu karena akhirnya aku tak bisa menyembunyikan rasa takutku kala itu. Betapa tidak. Aku tidak sepemberani anak yang lain ketika merasakan hujan. Aku cukup ketakutan sehingga aku selalu memilih menguatkan diri sendiri dengan menggenggam tangan. Sekali lagi aku malu. Semua terlihat jelas di matamu. Tak banyak berkutik, a

Semusim

Mengingat kembali kenangan pernikahan kami yang sederhana namun penuh makna. Desember tahun lalu menjadi bulan yang begitu berkesan bagi kami berdua. Butuh keberanian dan nyali yang tinggi saat akhirnya kami sepakat menikah di tahun kemarin. Kondisi kami berdua yang bekerja di luar kota dan jarak antar keluarga yang lumayan jauh menjadi tantangan tersendiri bagi kami. Sebuah mimpi sederhana saya ketika menikah adalah mempunyai gaun pengantin sendiri sehingga mempunyai kenang-kenangan tersendiri tentunya. Selain itu, Alhamdulillah saya masih diberi kesempatan untuk menikah didampingi dengan ibu saya, walaupun sebulan setelah pernikahan akhirnya beliau berpamit. Berbekal doa dan ikhtiar kami, pernikahan yang sederhana namun penuh makna bisa kami selenggarakan. Tepat setahun lalu, kami berdua menjadi sepasang suami istri. Target saya menikah di usia 25 tahun juga tanpa diduga bisa terlaksana. Alhamdulillah, berkat doa dan bantuan orang-orang baik di sekitar, kami bisa menyiapkan sep