Langsung ke konten utama

when 17 (2)

Hari-hari aku jalani dengan penuh mimpi. Yaa, hanya mimpi. Dan itu lebih baik daripada tak pernah memikirkannya sama sekali. Mungkin berawal dari mimpi aku bisa melukiskan hidupku di masa depan. Aku akan menjadi sosok yang benar-benar baru lahir di dunia. Membuka hidup baru yang tak sekejam saat ini. Tak sepedih ini. Dan itu masih dalam batasan mimpi. Aku tahu aku bisa mewujudkannya. Karena Tuhan selalu bersamaku J.
Sekarang aku tepat di usia yang benar-benar menentukan. 17, apakah angka yang kecil? Tidak. Sama sekali tidak. Karena saat ini tanggungan hidupku sudah sangat berat. Yaa, sekarang aku tumbuh cukup cepat. Tak sadar rasanya aku sudah sedewasa ini. Masih teringat dulu aku yang masih berkucir 2 berpita berangkat sekolah. Kini aku menjadi sosok gadis SMA yang masih kecil juga, tapi pikiranku harus luas. Aku tidak boleh terpaku dengan apa yang aku dapat saat ini. Aku harus meraih cita-cita setinggi mungkin. Bukan menyalahi kodrat, tapi aku sedang berikhtiar menuju seseorang yang dapat menjadi lebih baik. Utlubul’ilma walaubissin. Carilah ilmu walau sampai ke negri Cina, itulah hadis Rasulullah.
Terkadang rasa lelah sering menghampiri. Rasa dimana aku mulai berputus asa dengan semua. Tapi itu semua sirna saat aku melihat Ibuku yang sedang berjuang untuk kita. Kita anaknya. Ya Tuhan, kuatkan hati Ibuku. Menjalani semua beban yang dirasa semakin berat ini. Dan lagi-lagi tak ada alasan untuk aku bangkit dari semua ini. Aku yakin aku bisa.
Ohh ibu terima kasih
Atas kasih sayang yang tak pernah usai
Tulus kasihmu takkan mampu untuk terbalaskan…

#saat Selasa siang,1 Muharram-13:33_05 November 2013 :) ~Ey



Komentar

Popular Posts

Rutinitas yang Berbatas

Pagi ini secara tidak sengaja aku terpikirkan sesuatu. Sebenarnya tujuan apa yang akan kita cari dari rutinitas yang sehari-hari kita lalui. Hmm, semakin beranjak dewasa terkadang pikiran yang random selalu terlintas. Ingin tidak memikirkan hal-hal demikian malah justru menjadi kepikiran. Coba kita tengok dari rutinitasku. Pagi hari aku bangun sekitar pukul 4 – 5. Walaupun seringnya aku bangun lebih dulu dari jam itu, tapi untuk normalnya orang, kebanyakan jam bangun tidur adalah jam sekian. Pagi hari aku isi dengan membersihkan diri, merapikan tempat tidur, solat wajib, dan sarapan. Setelah semuanya sudah siap, rapi dan bersih aku kemudian berangkat kerja. Pekerjaan menjadi sebagian waktu yang dominan aku kerjakan. Sebagian besar waktuku berada disini. Kondisiku yang sekarang sudah bukan mahasiswa lagi tentunya menjadikan tanggung jawab yang lebih besar dimana aku harus berpikir tentang bagaimana mendapatkan penghasilan sendiri. Setidaknya aku bisa membantu mencukupi kebu

Narasi Hujan

Kudengar gemericik air hujan kini mulai deras. Sore beriring kabut mendung. Awan tak kuasa menampung air di dalam perutnya. Melepaskan satu persatu tetes ke bumi membuatnya lega. Setiap cuaca terkadang menyebabkan rasa. Aku masih kurang percaya, apa aku menjadi salah satu korbannya. Sejujurnya aku tak begitu menyukai hujan. Suara guntur dan derasnya air semakin membuat mencekam. Aku lebih menikmati gerimis kecil hujan dan pasca hujan itu reda. Mendamaikan. Menyejukkan. Dingin yang menghangatkan. Suasana yang selalu aku inginkan. Walaupun begitu, aku tidak sepenuhnya membenci cuaca ini. Setidaknya dulu ia pernah menghentikan aku denganmu dalam satu waktu. Aku malu karena akhirnya aku tak bisa menyembunyikan rasa takutku kala itu. Betapa tidak. Aku tidak sepemberani anak yang lain ketika merasakan hujan. Aku cukup ketakutan sehingga aku selalu memilih menguatkan diri sendiri dengan menggenggam tangan. Sekali lagi aku malu. Semua terlihat jelas di matamu. Tak banyak berkutik, a

Terima kasih

Aku seringkali berada di situasi dimana keberuntungan selalu memelukku. Tatkala rapuh dan lemah membayangiku sebelum melangkah. Aku merasa tiada punya daya apa-apa ketika usahaku telah dengan seluruh. Aku tahu rencanaku mungkin tidak tertulis pada garis takdir Allah yang telah disiapkan jauh hari untukku. Penolakan dan ketidaksiapan diriku menerima apa yang digariskan terkadang membuat pikiranku terhambat. Aku mulai belajar untuk berdamai dengan diri sendiri, merenung dan sejenak terhening dengan perjalanan yang sudah kutempuh sejauh ini. Mengapa aku terkadang seperti orang serakah yang selalu menginginkan sebuah kebahagiaan tanpa adanya tangisan? Allah selalu baik. Mengapa aku menjadi hamba yang sering mengecewakan-Nya? Mengapa aku masih saja sering lalai dan khilaf dengan semua pemberian-Nya. Yaa Allah, ampuni aku. Aku tahu aku bukanlah orang baik. Allah menutup rapat aibku hingga mungkin sampai detik ini aku tetap menjadi manusia yang terlihat baik-baik saja. Maka, n