Langsung ke konten utama

Time so fast

Dan waktu berjalan begitu cepat. Tak kusadari kini aku bukan lagi seorang maba. Atau anak sma yang masih berseragam. Ohh, mengapa pagi ini aku teringatkan kembali. Pada satu tahun lalu saat semua dimulai disini. Kota kembang yang tak pernah aku duga. Tak pernah terbesit satu pikiran pun aku bisa kuliah disini. nun jauh dari desaku di sana.
Aku mulai menemukan banyak teman, sahabat, kakak tingkat dan dosen yang penuh dengan hal menarik.unik,berkesan. Aku mulai mengenal apa itu persahabatan, pengorbanan, perjuangan dalam usiaku yang menginjak dewasa. Aku mulai bisa menjatuhkan hati setelah sekian lama aku hanya terpaku pada masa laluku. Ahh, terlalu banyak waktu yang mengesankan disini.
Sempat aku berpikir, yakinkah aku akan menamatkan studi disini? sanggupkah aku meraih gelar sarjana disini? dan mampukah aku memboyong ibuku melihatku memakai toga kebesaran di kota kembang ini/?
Setengah hati. Aku tak ingin menjalani dengan seteengah hati saja disini. walaupun mungkin semangatku tak menggebu seperti teman temanku yang lain, setidaknya aku masih bisa beradaptasi dengan hiruk pikuknya perkuliahan ini.
Kini, aku baru dalam seperempat perjalanan. Bukan sesuatu yang harus dibanggakan namun harus selalu disyukuri. Karena Tuhan selalu bersamaku, Tuhan mendengar doaku. Dan ibu, aku tak akan menghentikan langkahku ini. Selalu doakan anakmu ini agar setidaknya jangan menoleh untuk menyesali dengan apa yang sudah terjadi. Karena perjuangan putrimu tak cukup sampai disini 

Komentar

Popular Posts

Rutinitas yang Berbatas

Pagi ini secara tidak sengaja aku terpikirkan sesuatu. Sebenarnya tujuan apa yang akan kita cari dari rutinitas yang sehari-hari kita lalui. Hmm, semakin beranjak dewasa terkadang pikiran yang random selalu terlintas. Ingin tidak memikirkan hal-hal demikian malah justru menjadi kepikiran. Coba kita tengok dari rutinitasku. Pagi hari aku bangun sekitar pukul 4 – 5. Walaupun seringnya aku bangun lebih dulu dari jam itu, tapi untuk normalnya orang, kebanyakan jam bangun tidur adalah jam sekian. Pagi hari aku isi dengan membersihkan diri, merapikan tempat tidur, solat wajib, dan sarapan. Setelah semuanya sudah siap, rapi dan bersih aku kemudian berangkat kerja. Pekerjaan menjadi sebagian waktu yang dominan aku kerjakan. Sebagian besar waktuku berada disini. Kondisiku yang sekarang sudah bukan mahasiswa lagi tentunya menjadikan tanggung jawab yang lebih besar dimana aku harus berpikir tentang bagaimana mendapatkan penghasilan sendiri. Setidaknya aku bisa membantu mencukupi kebu

Narasi Hujan

Kudengar gemericik air hujan kini mulai deras. Sore beriring kabut mendung. Awan tak kuasa menampung air di dalam perutnya. Melepaskan satu persatu tetes ke bumi membuatnya lega. Setiap cuaca terkadang menyebabkan rasa. Aku masih kurang percaya, apa aku menjadi salah satu korbannya. Sejujurnya aku tak begitu menyukai hujan. Suara guntur dan derasnya air semakin membuat mencekam. Aku lebih menikmati gerimis kecil hujan dan pasca hujan itu reda. Mendamaikan. Menyejukkan. Dingin yang menghangatkan. Suasana yang selalu aku inginkan. Walaupun begitu, aku tidak sepenuhnya membenci cuaca ini. Setidaknya dulu ia pernah menghentikan aku denganmu dalam satu waktu. Aku malu karena akhirnya aku tak bisa menyembunyikan rasa takutku kala itu. Betapa tidak. Aku tidak sepemberani anak yang lain ketika merasakan hujan. Aku cukup ketakutan sehingga aku selalu memilih menguatkan diri sendiri dengan menggenggam tangan. Sekali lagi aku malu. Semua terlihat jelas di matamu. Tak banyak berkutik, a

Terima kasih

Aku seringkali berada di situasi dimana keberuntungan selalu memelukku. Tatkala rapuh dan lemah membayangiku sebelum melangkah. Aku merasa tiada punya daya apa-apa ketika usahaku telah dengan seluruh. Aku tahu rencanaku mungkin tidak tertulis pada garis takdir Allah yang telah disiapkan jauh hari untukku. Penolakan dan ketidaksiapan diriku menerima apa yang digariskan terkadang membuat pikiranku terhambat. Aku mulai belajar untuk berdamai dengan diri sendiri, merenung dan sejenak terhening dengan perjalanan yang sudah kutempuh sejauh ini. Mengapa aku terkadang seperti orang serakah yang selalu menginginkan sebuah kebahagiaan tanpa adanya tangisan? Allah selalu baik. Mengapa aku menjadi hamba yang sering mengecewakan-Nya? Mengapa aku masih saja sering lalai dan khilaf dengan semua pemberian-Nya. Yaa Allah, ampuni aku. Aku tahu aku bukanlah orang baik. Allah menutup rapat aibku hingga mungkin sampai detik ini aku tetap menjadi manusia yang terlihat baik-baik saja. Maka, n