Langsung ke konten utama

Allah sedang rindu

Allah sedang rindu kita teman
Tidakkah nampak bahwa subuh tadi begitu menyejukkan?
Lantas apa yang telah kamu lakukan
Segera bergegas atau malah tetap tinggal selimutan

Allah sedang rindu kita teman
Bisakah kau sejenak berhenti dari penatnya rutinitas
Peluhmu akan sia-sia jika kelewat batas
Istirahat dan ingatlah sang pemberi nafas

Allah sedang rindu kita teman
Suaramu sungguh merdu
Ingat, ada ayat suci yang bukan lagi hal baru
Alangkah lebih baik jika kau juga mentartilkan itu

Allah sedang rindu kita teman
Jangan cuma tahan begadang
Namun berat untuk sembahyang
Katanya mau jadi hamba yang disayang

Dago
11.51-18.07.18

*sebagai pengingat, terutama bagi diri sendiri*

Komentar

Popular Posts

Rutinitas yang Berbatas

Pagi ini secara tidak sengaja aku terpikirkan sesuatu. Sebenarnya tujuan apa yang akan kita cari dari rutinitas yang sehari-hari kita lalui. Hmm, semakin beranjak dewasa terkadang pikiran yang random selalu terlintas. Ingin tidak memikirkan hal-hal demikian malah justru menjadi kepikiran. Coba kita tengok dari rutinitasku. Pagi hari aku bangun sekitar pukul 4 – 5. Walaupun seringnya aku bangun lebih dulu dari jam itu, tapi untuk normalnya orang, kebanyakan jam bangun tidur adalah jam sekian. Pagi hari aku isi dengan membersihkan diri, merapikan tempat tidur, solat wajib, dan sarapan. Setelah semuanya sudah siap, rapi dan bersih aku kemudian berangkat kerja. Pekerjaan menjadi sebagian waktu yang dominan aku kerjakan. Sebagian besar waktuku berada disini. Kondisiku yang sekarang sudah bukan mahasiswa lagi tentunya menjadikan tanggung jawab yang lebih besar dimana aku harus berpikir tentang bagaimana mendapatkan penghasilan sendiri. Setidaknya aku bisa membantu mencukupi kebu

Narasi Hujan

Kudengar gemericik air hujan kini mulai deras. Sore beriring kabut mendung. Awan tak kuasa menampung air di dalam perutnya. Melepaskan satu persatu tetes ke bumi membuatnya lega. Setiap cuaca terkadang menyebabkan rasa. Aku masih kurang percaya, apa aku menjadi salah satu korbannya. Sejujurnya aku tak begitu menyukai hujan. Suara guntur dan derasnya air semakin membuat mencekam. Aku lebih menikmati gerimis kecil hujan dan pasca hujan itu reda. Mendamaikan. Menyejukkan. Dingin yang menghangatkan. Suasana yang selalu aku inginkan. Walaupun begitu, aku tidak sepenuhnya membenci cuaca ini. Setidaknya dulu ia pernah menghentikan aku denganmu dalam satu waktu. Aku malu karena akhirnya aku tak bisa menyembunyikan rasa takutku kala itu. Betapa tidak. Aku tidak sepemberani anak yang lain ketika merasakan hujan. Aku cukup ketakutan sehingga aku selalu memilih menguatkan diri sendiri dengan menggenggam tangan. Sekali lagi aku malu. Semua terlihat jelas di matamu. Tak banyak berkutik, a

Terima kasih

Aku seringkali berada di situasi dimana keberuntungan selalu memelukku. Tatkala rapuh dan lemah membayangiku sebelum melangkah. Aku merasa tiada punya daya apa-apa ketika usahaku telah dengan seluruh. Aku tahu rencanaku mungkin tidak tertulis pada garis takdir Allah yang telah disiapkan jauh hari untukku. Penolakan dan ketidaksiapan diriku menerima apa yang digariskan terkadang membuat pikiranku terhambat. Aku mulai belajar untuk berdamai dengan diri sendiri, merenung dan sejenak terhening dengan perjalanan yang sudah kutempuh sejauh ini. Mengapa aku terkadang seperti orang serakah yang selalu menginginkan sebuah kebahagiaan tanpa adanya tangisan? Allah selalu baik. Mengapa aku menjadi hamba yang sering mengecewakan-Nya? Mengapa aku masih saja sering lalai dan khilaf dengan semua pemberian-Nya. Yaa Allah, ampuni aku. Aku tahu aku bukanlah orang baik. Allah menutup rapat aibku hingga mungkin sampai detik ini aku tetap menjadi manusia yang terlihat baik-baik saja. Maka, n